Thursday, December 31, 2020

POTRET FENOMENA SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT KOMUNAL DALAM FILM PENDEK ‘TILIK’

 

kompasiana.com

Judul: Tilik (2018) Durasi : 32 menit Produser: Elena Rosmeisara Sutradara: Wahyu Agung Prasetyo Penghargaan: Winner Piala Maya 2018 - Film Pendek Terpilih, Official Selection Jogja-Netpac Asian Film Festival 2018, Official Selection World Cinema Amsterdam 2019

Selama masa pandemi, tampaknya masyarakat yang terkungkung di dalam rumah lebih haus akan hiburan. Adanya pembatasan nyatanya memang membatasi seluruh sektor kehidupan. Kegiatan yang semula dilakukan secara ‘normal’ sebagai bagian dari agenda sehari-hari seolah berubah menjadi asing. Menonton film di bioskop, misalnya, menjadi sumber hiburan sekaligus sarana komunikasi.  Film yang berupa gambar bergerak dianggap efektif untuk menyampaikan pesan tertentu kepada masyarakat.


Wednesday, December 30, 2020

PERI KECIL YANG MELEBARKAN SAYAP KE DISNEY ITU BERNAMA NADIN AMIZAH

 

idntimes.com

Layaknya sebuah karya seni, semua yang menyangkut nama Nadin selalu digelari ‘estetis’ dan ‘artistik’. Foto yang diunggah di media sosial, selera berpakaian yang jauh dari tren dan kesan minim—tetap manis, kata-kata yang dilahirkan dalam setiap lirik lagunya, dokumentasi yang dibagi bersama keluarganya, kehidupannya…semua mengandung keindahan. Bukan karena hanya hal-hal bahagia yang ia miliki, tetapi justru cerita luka yang dibiarkan mengalir selama bertumbuh menjadi manusia. 

Ia merupakan perempuan di balik akun Instagram @cakecaine yang mampu menyihir dunia lewat suara emasnya. Tidak sekadar bernyanyi, sebab dalam lebih banyak waktu ia menyembuhkan. Sesuai nama Instagramnya, cakecaine yang berarti gabungan dari cake yang manis dan cocaine yang membuat ketagihan, ia ingin agar karyanya selalu menjadi candu bagi penggemar. Nadin juga kerap disebut sebagai ‘peri kecil’ karena penampilannya yang begitu anggun dan elegan, mewujud wanita cantik bergaun panjang menjuntai, rambut berkilau terawat, ditambah senyum manis dengan ginsulnya. Penikmat musik Nadin juga menyebutkan ia memancarkan aura keibuan yang membawa ketenangan melalui lagunya—‘ibu peri’.


Monday, December 7, 2020

ANALISIS MAKNA DALAM LIRIK LAGU BANDA NEIRA “SAMPAI JADI DEBU”

 

Gambar: Dok. Banda Neira (dibandaneira.tumblr.com)

Di laman pribadinya, Banda Neira memperkenalkan diri sebagai proyek iseng bertanggung jawab. Puitis dan melankolis; gambaran tiap lagu yang diciptakan oleh duo asal Kota Kembang beranggotakan Ananda Badudu dan Rara Sekar ini. Entah bernuansa nelangsa atau romansa, gubahan musik liris yang diiringi petikan gitar dan (kadang) denting xylophone atau piano mampu menghadirkan suasana sentimental.

Kendati proyeknya tidak lagi diteruskan, karya Banda Neira tetap dikenang, khususnya bagi para kawula muda penikmat musik indie folk-pop. Salah satu yang paling fenomenal adalah “Sampai Jadi Debu”. Lagu yang diiringi instrumen biola dan piano berdurasi sekitar enam menit itu menjadi salah satu pengisi soundtrack dalam film Posesif (2017). Selain itu, banyak orang memilih lagu ini sebagai pengiring pernikahan—termasuk pasangan selebriti Raisa-Hamish Daud—karena maknanya yang begitu dalam tentang cinta dan kesetiaan.

Lebih lanjut, makna dalam lagu ini akan dibahas dalam perspektif studi semantik. Kajian makna menurut Leech (1976, dalam Chaer, 2013) mencakup tujuh tipe, yaitu (1) makna konseptual, (2) makna konotatif, (3) makna stilistika, (4) makna afektif, (5) makna reflektif, (6) makna kolokatif, dan (7) makna tematik. Adapun catatan tambahan yaitu, makna konotatif, stilistika, afektif, reflektif, dan kolokatif masuk dalam kelompok yang lebih besar, yakni makna asosiatif.  Secara spesifik, lagu “Sampai Jadi Debu” akan dianalisis melalui makna konseptual dan makna asosiatifnya. Berikut lirik lagunya.


Sampai Jadi Debu
(Lagu: Ananda Badudu dan Gardika Gigih; Lirik: Ananda Badudu)

Badai Tuan telah berlalu 

Salahkah ku menuntut mesra?

Tiap pagi menjelang

Kau di sampingku

Ku aman ada bersamamu 

 

Selamanya

Sampai kita tua

Sampai jadi debu

Ku di liang yang satu,

Ku di sebelahmu

 

Badai Puan telah berlalu

Salahkah ku menuntut mesra?

Tiap taufan menyerang

Kau di sampingku

Kau aman ada bersamaku

 

  • MAKNA KONSEPTUAL

Makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsep/referen, tidak terikat dengan asosiasi atau hubungan apa pun. Dalam lagu ini terdapat dalam paragraf kedua: /Selamanya/sampai kita tua. Kata tersebut menunjukkan makna leksikal, yaitu makna sesuai kamus. Dengan demikian, arti yang sesungguhnya sama dengan apa yang ditulis, yaitu hubungan ‘kita’ dengan waktu ‘selamanya sampai tua’.

  •  MAKNA ASOSIATIF

Makna asosiatif adalah makna yang berhubungan dengan sesuatu di luar bahasa atau dapat disebut juga dengan perlambangan. Perlambangan yang ditemukan dalam lagu ini cukup banyak, misalnya pada paragraf pertama.

/Badai Tuan telah berlalu/ mengindikasikan bahwa hubungan kedua sejoli dengan sebutan “Tuan-Puan” tersebut telah selesai melewati rintangan yang lazim dialami dalam setiap hubungan.

Selanjutnya, setelah berbagai rintangan berhasil dilewati, dalam sudut pandang Sang Puan (dinyanyikan Rara Sekar), /salahkah ku menuntut mesra?/ ia menginginkan suatu keintiman atau kebersamaan.

/Tiap pagi menjelang/ kau di sampingku/ ku aman ada bersamamu/ dapat diartikan bahwa Sang Puan merasa aman ketika ada Tuan yang menemani sepanjang waktu, dari pagi hingga malam.  Kata “pagi” pun bisa melambangkan ‘harapan’ atau hal-hal baik, hal-hal yang indah. 

Hal ini berkaitan dengan lirik pada paragraf terakhir yang dinyanyikan Ananda Badudu, /Tiap taufan menyerang/ kau di sampingku/ yang mengandung kata “taufan” atau “topan” dalam kata baku. Bila Sang Puan bertutur tentang ‘harapan’, maka Sang Tuan mengisahkan “angin berkekuatan tinggi” atau ‘hal-hal yang kurang menyenangkan’ yang dapat berupa masalah besar. Sang Tuan pun memvalidasi ucapan Sang Puan dengan penegasan /kau aman ada bersamaku/.

Kemudian, bagian frasa yang juga diambil menjadi judul, /sampai jadi debu/ mengartikan bahwa sampai mereka telah meninggal dunia dan jasadnya kembali bersatu dengan tanah, berubah menjadi ‘debu’. 

Terakhir, pada lirik /ku di liang yang satu/ yang dinyanyikan oleh Rara lalu dilanjutkan Ananda, /ku di sebelahmu/ menyatakan bahwa mereka akan selalu bersama sampai akhir hayat, bahkan ketika tidak ada lagi di dunia ini. “Liang” dalam lirik tersebut mengacu pada liang lahad yang merupakan lubang kubur dalam pemakaman.

Begitulah analisis makna dalam lagu “Sampai Jadi Debu”. Maka tidak salah Ananda Badudu mempersembahkan lagu ini untuk kakek-neneknya yang tidak berhenti mengasihi hingga menjelang ajal mereka. Pun tidak heran apabila banyak pasangan yang mendamba sebuah hubungan seperti dalam lagu ini; duduk berdua di beranda menikmati senja kala kulit telah keriput dan rambut memutih, dan yang tersisa hanya ingatan tentang keabadian.

Sumber:

Chaer, A. 2013. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Lagu "Sampai Jadi Debu" dapat didengarkan di sini.